Generasi Alpha (Gen A) dan Pengasuhan Digital

(Refleksi memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2024 “Anak terlindungi, Indonesia Maju”)

oleh Maria Fifi Yanti, M.I.Kom (Dosen STAI Darul Hikmah Aceh Barat)

Seiring dengan arus globalisasi tuntutan kebutuhan pertukaran informasi yang cepat menyebabkan peranan teknologi komunikasi menjadi sangat penting. hampir setiap orang menggunakan digital internet dan gadget sebagai media yang terus-menerus menghadirkan fungsionalitas baru. Berbagai kemudahan yang dapat dinikmati, mulai dari berbelanja, berkomunikasi, hingga pembelajaran yang kini semuanya dapat dilakukan secara on-line, tanpa harus membuang tenaga dan waktu.

Bayangkan saja dari setengah penduduk bumi telah menggunakan internet hingga 2024 ini, jika populasi manusia di dunia 8 miliar orang, setidaknya 4 miliar manusia berinteraksi dengan internet (WeAresosial.com). Dari Jumlah tersebut, Asosiasi penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) juga telah mengumumkan sekitar 221 juta jiwa pengguna internet dari total 278 Juta populasi penduduk Indonesia di tahun 2023. Artinya menandakan peningkatan penetrasi internet Indonesia menyentuh pada angka 79,5% dibandingkan dari lima tahun sebelumnya.

Kehadiran media digital atau internet seperti dua sisi mata pisau jika digunakan dengan positif maka akan selalu berdampak positif begitu sebaliknya terhadap semua lapisan masyarakat. Beberapa tantangan media digital menjadi masalah serius, seperti penyebaran informasi hoaks, ujaran kebencian (hate speech), dan aktivitas digital yang merugikan lainnya. Begitu pula dengan penggunaan gadget, tak bisa kita pungkiri di ruang publik begitu sangat jelas juga digunakan anak-anak pada rentang usia dini yang sudah banyak terdapat kasus kecanduan gadget seperti anak atau remaja mengurung diri di kamar untuk bermain game, Judi online atau mengorbankan uang jajan untuk membeli paket internet. Banyak anak–anak saat ini menonton pornografi di usia muda dan ini dapat merusak Pre Frontal Cortex yang menyebabkan sulit membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu maupun emosi.

Faktanya pada masyarakat menunjukkan bahwa anak-anak sangat dekat dengan dunia digital. Optimisme dunia digital memberikan banyak manfaat yang dapat mengembangkan aspek anak usia dini, apalagi dalam menghadapi tantangan Pendidikan abad 21. Literasi teknologi, informasi, dan komunikasi menjadi salah satu keterampilan yang dibutuhkan oleh Generasi Alpha.

Siapa GEN A?

Generasi Alpha (Gen A) adalah keturunan dari generasi Z. yang terlahir tahun 2011 hingga 2025 ini pertama kalinya dipopulerkan oleh Mark Mc Crindle, peneliti sosial yang mengkampanyekan lewat tulisannya di majalah Business Insider 2009 menganggap Generasi Alpha sebagai generasi digital sejati, betapa tidak, keakrabannya dengan dunia teknologi tanpa batas sepanjang masa. Diprediksi kedepan Gen A ini tidak lepas dari gadget, kurang bersosialisasi, kurang kreativitas dan bersikap lebih individualis sehingga berpotensi teralienasi dalam sosial.

Fenomena yang terjadi pada Generasi Alpha diatas merupakan cerminan kondisi yang terjadi saat ini khususnya di dunia anak dan remaja. Tidak menutup mata, pelbagai kasus cyberbullying semakin marak terjadi. Kasus ini meningkat dan belum tertangani secara serius baik dari sekolah maupun dalam lingkup kecil rumah tangga. Banyak faktor yang mendorong cyberbullying seperti perhatian yang minim oleh orang tua yang haus akan gadget. Kondisi ini membentuk karakter anak yang berkembang dalam informasi namun tidak terdukung oleh arahan yang tepat. Dalam hal ini literasi digital media menjadi pusat penting bagi orang tua untuk memberikan pembekalan pengawasan dan membimbing serta mengajarkan terhadap penggunaan internet anak-anak yang baik dan benar sesuai dengan usianya.

Pentingnya Literasi digital

Mengapa literasi digital begitu penting? Coba perhatikan anak-anak disekitar kita hari ini, bahkan yang baru berumur 2 tahun pun sudah terbiasa mengakses Youtubemelalui smartphone. Apakah ketika anak-anak sudah pintar menggunakan smartphone itu menunjukkan mereka bisa memanfaatkannya dengan baik? Ternyata tidak! Obsesi tersebut harus dihentikan. Lebih penting lagi adalah bagaimana memperhatikan anak-anak berinteraksi dengan smartphone dan memiliki tujuan dalam penggunaannya. Pada dasarnya Literasi digital bukan hanya sekedar kemampuan mengoperasikan IT semata melainkan kemampuan Teknologi informasi dan Komunikasi untuk  memahami, menggunakan, memilih, mengkritisi/menganalisis dan bahkan memproduksi pesan digital dengan efektif. Konon lagi generasi Alpha dalam pendidikan bisa menjadi generasi dengan terobosan baru yang lebih cenderung pada minat yang instan apalagi bertele-tele dari kontem digital.

Pengasuhan Digital

Sebagaimana rekomendasi dari penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan UNICEF tentang Digital Citizenship and Safety, bahwa: pihak orang tua dan guru harus mengawasi dan mendampingi anak-anak mereka dalam aktivitas digital dan terlibat didalamnya. Salah satu cara sederhana, contohnya orang tua dapat menjadi ‘teman’ di akun jejaring sosial anak, karena di sinilah anak-anak dan remaja ‘bermain’ di dunia maya.

Beberapa penelitian mengungkapkan orang tua perlu mengetahui dan memegang teguh prinsip dasar pengasuhan di era digital ini. Bahwa anak lebih mudah belajar menggunakan media digital tetapi mereka butuh bimbingan dan pengawasan orangtua agar dapat menggunakan media digital dengan bijaksana dan produktif. ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua agar anak-anak terhindar dari risiko digital, antara lain:

  1. Membicarakan masalah yang berhubungan dengan teknologi dengan anak;
  2. Menjadi role model bagi anak dalam mengunakan dan berinteraksi dengan media digital;
  3. Mengarahkan waktu bergawai (screen time) menjadi kegiatan produktif, seperti: belajar, membuat karya, menonton video tutorial, dan mengakses informasi penting;
  4. Selalu mengawasi kegiatan anak-anak dalam bermedia digital, seperti: melihat riwayat, mendampingi, dan memasang teknologi parental control, yang saat ini sudah tersedia di Android (google play), seperti: Qustodio (www.qustodio.com), kidlogger (www.kidlogger.com); atau aplikasi Family Link.
  5. Melindungi privasi anak dengan cara memasang mode privacy di media sosial, seperti: Facebook, Instagram, Youtube, dan sebagainya.
  6. Mengajari anak untuk berpikir terlebih dahulu sebelum mem-posting konten digital,
  7. Melarang anak untuk tidak memasang foto dan status yang memalukan atau kasar/kejam;
  8. Mematikan mode location untuk menjaga diri anak dari tindakan-tindakan kriminal;
  9. Membatasi waktu mengakses media digital dengan kesepakatan-kesepatan dengan anak-anak;
  10. Menjaga keseimbangan waktu bermedia dan beraktivitas fisik, agar anak-anak tetap sehat dan terhindar dari penyakit, seperti obesitas.

Kendati demikian, bukan hal asing berbagai ilmu pengetahuan, aplikasi dan perangkat teknologi bagi masyarakat terutama orangtua harus memahami literasi digital dengan memperhatikan berbagai dampak terhadap pemanfaatan digital. Orang tua harus mengetahui dan menyadari potensi media digital tersebut, sehingga mampu mengoptimalkan keuntungan dan kesempatan dalam meminimalisir risiko-risiko yang ada. Di sini orang tua dapat bergabung dan berkomunikasi secara intensif dengan anak-anak untuk menciptakan lingkungan yang aman dan positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka di dunia cyber.